
Menyusun Key Performance Indicator (KPI) karyawan adalah salah satu tugas penting dalam manajemen sumber daya manusia. KPI berfungsi sebagai alat ukur untuk menilai kinerja karyawan, sekaligus menjadi acuan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Namun, banyak organisasi yang sering melakukan kesalahan dalam menyusun KPI, sehingga bukannya meningkatkan produktivitas, justru membuat karyawan bingung atau kehilangan motivasi. Berikut adalah lima kesalahan yang paling sering terjadi.
KPI Tidak Sesuai Dengan Tujuan Perusahaan
Kesalahan paling umum adalah KPI yang dibuat tidak relevan dengan tujuan utama perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin meningkatkan kepuasan pelanggan, tetapi KPI karyawan lebih menekankan pada jumlah penjualan tanpa memperhatikan kualitas layanan. Akibatnya, karyawan bisa saja berfokus pada kuantitas, namun mengabaikan faktor yang lebih penting, yaitu pengalaman pelanggan. KPI seharusnya diturunkan langsung dari visi, misi, dan strategi perusahaan agar semua pihak bergerak dalam arah yang sama.
KPI Terlalu Banyak Dan Rumit
Banyak manajer berpikir bahwa semakin detail KPI, semakin baik hasilnya. Padahal, terlalu banyak indikator justru akan membingungkan karyawan. Mereka akan sulit menentukan prioritas dan akhirnya kehilangan fokus. Idealnya, KPI yang efektif tidak lebih dari 3–5 indikator utama untuk setiap posisi. Indikator tersebut harus jelas, sederhana, dan dapat diukur secara konsisten. Dengan demikian, karyawan bisa lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar berpengaruh terhadap kinerja.
KPI Tidak Realistis Dan Sulit Dicapai
Kesalahan berikutnya adalah menetapkan KPI yang terlalu ambisius, tanpa memperhatikan kondisi riil di lapangan. Misalnya, meminta seorang sales untuk mencapai target penjualan dua kali lipat tanpa memberikan dukungan yang memadai, seperti pelatihan atau perluasan jaringan distribusi. KPI yang tidak realistis akan membuat karyawan merasa tertekan, frustasi, dan akhirnya menurunkan motivasi kerja. Oleh karena itu, KPI harus disusun berdasarkan analisis data, kapasitas sumber daya, serta mempertimbangkan tantangan yang ada.
KPI Tidak Memiliki Ukuran Yang Jelas
Sebuah KPI harus dapat diukur secara objektif. Sayangnya, masih banyak KPI yang disusun dengan istilah umum dan kabur, misalnya “meningkatkan pelayanan” atau “bekerja lebih cepat.” KPI semacam ini sulit dievaluasi karena tidak ada standar ukuran yang jelas. Akibatnya, penilaian kinerja menjadi subjektif dan rawan menimbulkan konflik antara manajer dan karyawan. Untuk menghindarinya, setiap KPI harus menggunakan indikator yang spesifik dan terukur, misalnya waktu respon maksimal 3 jam atau tingkat kepuasan pelanggan minimal 85%.
KPI Tidak Dievaluasi Secara Berkala
Banyak perusahaan menyusun KPI hanya sekali di awal tahun, lalu dibiarkan berjalan tanpa evaluasi hingga akhir periode. Padahal, kondisi bisnis bisa berubah sewaktu-waktu. Tanpa evaluasi, KPI yang semula relevan bisa menjadi tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu, karyawan juga membutuhkan umpan balik secara berkala agar bisa memperbaiki kinerja sebelum terlambat. Oleh sebab itu, evaluasi KPI sebaiknya dilakukan secara rutin, misalnya setiap tiga bulan, untuk memastikan indikator tetap relevan dan progres karyawan terpantau.
Penutup
Menyusun KPI yang efektif memang tidak mudah, tetapi sangat penting untuk memastikan kinerja karyawan sejalan dengan tujuan perusahaan. Lima kesalahan di atas sering kali membuat KPI kehilangan fungsi strategisnya. Agar berhasil, manajer perlu memastikan bahwa KPI relevan dengan strategi bisnis, sederhana dan fokus, realistis, memiliki ukuran yang jelas, serta dievaluasi secara rutin. Dengan begitu, KPI tidak hanya menjadi angka-angka di atas kertas, melainkan benar-benar menjadi alat yang mendorong kinerja dan pertumbuhan perusahaan.